Filosofi Etikal BDSM dari SSC, RACK, PRICK, CCC, dan 4C

Kita setuju yang membedakan BDSM dan abuse itu adalah konsensual atau willingness dari pihak-pihak terlibat, baik itu pihak dominan maupun submisif. Pada beberapa derajad kita akan setuju kalau BDSM nggak melulu aman, maka filosofi safety untuk praktisi BDSM sangatlah penting untuk diperhatikan, itulah yang kemudian mendasari SSC, RACK, dan PRICK, bahkan CCC dan kemudian 4C diperkenalkan dengan tujuan sebagai guidance.

1. SSC

SSC adalah filosofi etikal yang paling tua, kepanjangan dari Safe, Sane, and Consensual atau Aman, Waras, dan Konsen. Term SSC ada bahkan sebelum term BDSM dikenal secara luas. Term ini awalnya diperkenalkan di komunitas S&M (sadomasochism) pada tahun 1983 oleh David Stein. Term  SSC digunakan karena stigma masyarakat pada saat itu yang menganggap S&M merupakan ciri-ciri penyakit mental terutama self-harm. Sehingga dengan mengikuti SSC, para praktisi BDSM bisa bersenang-senang tanpa kemudian kecelakaan dan masuk rumah sakit.

Kritik SSC

SSC awalnya lebih merupakan slogan daripada filosofi untuk mendasari BDSM, tapi karena seringnya diulang-ulang, bahkan sampai sekarang, term ini menjadi semacam mantra di BDSM, sehingga ketika internet mulai konvensional, orang mulai mengkaji term ini dan SSC menuai kritik, seperti:

1. Sampai sejauh mana itu aman?
2. Apakah BDSM sendiri aman?
3. Siapa yang membuat standar yang mana yang cukup waras?
4. Apakah orang yang memiliki mental health conditions nggak boleh ikut BDSM? sounds ableist, no?

Personal Take

Menurutku sendiri siapa yang mendefinisikan aman dan waras adalah pihak yang terlibat dalam setiap D/S relationship masing-masing. Maka setiap D/S relationship akan punya standar dan dinamika yang tidak identik satu sama lain. Kalau semua pihak yang terlibat setuju dan sadar, maka itu cukup. Itu lah pentingnya diskusi sebelum BDSM Play untuk mendeterminasi masing-masing limit, serta adanya safe word untuk meng-enforce limit masing-masing di dalam play.

2. RACK

Karena adanya kritik terhadap SSC, maka kemudian RACK diperkenalkan oleh Garry Switch pada tahun 1999. RACK adalah kepanjangan dari Risk-Aware Consensual Kink alias kink yang konsen dan paham resiko.

Menurut Garry Switch, nggak ada yang 100% aman. Nyebrang jalan juga belum tentu aman. Kalau mau aman kita nyambuk orang nggak pake flogger, tapi pake mie basah. Orang panjat tebing juga nggak bilang olah raganya aman, karena emang bukan. Resiko lah yang membuat hal-hal ini jadi menyenangkan. Dengan adanya resiko kita bisa membuat assesment terhadap resiko. Kita bisa mengurangi resiko dengan edukasi, mempelajari teknik dan berlatih, supaya terbiasa.

Selain itu sane atau waras itu adalah hal yang subjektif. Beberapa orang akan menganggap praktisi BDSM mungkin tidak waras. Beberapa orang menganggap beberapa kink ekstrim, misalnya brown shower atau needle play, tidak waras. Maka pada akhirnya asalkan setiap pihak yang terlibat aware akan resiko dan konsen serta berusaha untuk membuat resiko sangat minim atau tidak ada, maka tidak menjadi masalah.

3. PRICK

PRICK adalah kepanjangan dari Personal Responsibility Informed Consensual Kink atau Tanggung jawab personal kink yang terinformasi dan konsensual. PRICK pertama kali dicetuskan pada tahun 2009 ketika kritik terhadap RACK muncul yaitu kurangnya penekanan pada personal responsibility, PRICK ingin menekankan bahwa setiap individu yang terlibat masing-masing bertanggung jawab atas diri sendiri. Maka masing-masing harus telah meriset aktivitas dalam BDSM Play sebelum saling menyetujui.

PRICK tidak mengekspektasikan orang yang lebih berpengalaman atau lebih dominan yang harus lebih bertanggung jawab memberi informasi dan mengajari yang kurang berpengalaman atau yang submisif. Tapi masing-masing harus inisiatif untuk mencari tahu, belajar, dan bertanya untuk memitigasi resiko.

4. CCC

CCC adalah kepanjangan dari Committed, Compassionate, and Consensual atau Berkomitmen,  Penuh Kasih, dan Konsensual. CCC lebih berfokus kepada dinamika D/S relationship yang masing-masing harus mempertimbangkan kepentingan lainnya, baik itu kink, fantasi, interes, limit, maupaun safety, karena ketika dalam play ketimpangan relasi kuasa dominan/master terhadap submisif/slave bisa sangat signifikan sehingga sangat mudah bagi dominan untuk melanggar limit dan membahayakan well-being submisif.

Meskipun begitu term CCC sebenarnya tidak diketahui sejarah dan pencetusnya, karena tidak diketahui hal yang membelakangi term ini muncul, menjadi sulit untuk diinterpretasikan maknanya. Jarang juga praktisi BDSM yang menggunakan term ini sebagai acuan, sehingga diragukan kredibilitasnya untuk digunakan sebagai filosofi dasar etikal BDSM.

5. 4C

4C kepanjangan dari Caring, Communication, Consent, and Caution atau Peduli, Komunikasi, Konsen, dan Waspada. 4C pertamakali dicetuskan di jurnal saintifik pada tahun 2014 berjudul “From “SSC” and “RACK” to the “4Cs”: Introducing a new Framework for Negotiating BDSM Participation“, oleh D J Williams, Jeremy Thomas, Emily Prior. 4C adalah filosofi etikal terbaru dari BDSM.

4C apabila didefinisikan satu persatu yaitu:

1. Caring (Peduli)
Semua pihak harus antentif terhadap kebutuhan dan perbedaan masing-masing. Hal ini termasuk membiarkan perbedaan interpretasi dan value masing-masing pihak co-eksis. Sehingga keputusan bersama yang didasari oleh rasa care (peduli) adalah berdasakan kepentingan komunal bukan standar yang abstrak dan objektif.

Sederhananya, keputusan kita berdua adalah berdasarkan interpretasi dan kepentingan aku dan kamu, bukan apa kata text-book seharusnya.

2. Communication (Komunikasi)
Komunikasi harus ada ketika sebelum, sedang, dan sesudah scene. Komunikasi sangat penting karena menyambungkan dominan dan submisif. Komunikasi juga menjembatani rasa peduli dan kewaspadaan kita akan resiko dalam BDSM, yang mana kemudian membuat konsen menjadi valid.

3. Consent (Konsen)
Menurut 4C, konsen itu ada 3 lapisan. Pertama, konsen dasar, yes means yes, no means no. Kemudian konsen yang didasari pada diskusi sebelum scene BDSM, play apa saja yang dilakukan dan apa limit masing-masing pihak. Dan yang terakhir adalah deep consent, yaitu konsen yang ambigu dan kompleks, yang kurang bisa diprediksi sebelum scene dan harus dimitigasi, misal ketika sub harus ada di kondisi non-verbal dan tidak bisa mengucap safe-word, atau BDSM party terlalu berisik dan safe-word tidak terdengar.

4. Caution (Waspada)
Caution adalah improvisasi sekaligus jawaban dari kritik “safe” pada term SSC, yang mana semua pihak harus sadar akan resiko dan potensi berbahaya dari BDSM, yang mana akhirnya perlu assesment dan mitigasi.

YANG MANA YANG TERBAIK?

Penggunaan filosofi etikal pada BDSM tidak pernah rigid untuk masing-masing praktisinya. Pada akhirnya ketika kita akan menjalin D/S relationship atau melakukan scene, kita hanya perlu komunikasi apa etikal filosofi yang dipakai dan apa interpretasi mereka. Setiap individu bisa mengambil salah satu atau membuat kolaborasi dari masing-masing filosofi untuk diri sendiri. Dari komunikasi kita akan mendapatkan kecocokan satu sama lain. Always better safe than sorry.

Tinggalkan Komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *